Pada akhirnya ruang ini lepas dari makna 'goresan harian' sendiri. Ini bukan hanya goresan tidak juga harian. Ketika saya membutuhkan tempat, ini menjadi ruang untuk bersuara atau diam, mewarnainya dengan yang ada dalam dada atau diluar dari diri, mungkin lebih banyak tertuang kegelisahan dan berputar pada yang itu-itu saja, menunjukkan betapa jauh diri ini dari kata sempurna, tapi setidak-tidaknya bagi saya ini adalah sebuah catatan kecil tentang perjalanan.
Rabu, 13 Desember 2000
20 Juli 2000 *Yang Tersisa dari Jogja*
01. pagi-nya, nyampai di UGM
larutan jiwa kental pekat
berbicara dengan tarikan dan hembusan nafas
sungguh inilah penyebab
mengapa denyut jantung terasa kuat
ada akhir dari semua itu
saat semua mencair dan mengalir
seolah membasahi raga
dalam dada detaknya kian lemah
ini tubuh, tubuhku
bukan langit membentang biru
ini suara, suara tubuh
bukan kicauan burung-burung liar
ada sedikit pemaksaan
menahan rasa tenangkan resah
sedang suara-suara mulai tiba
berbicara apa saja
suara mulut manusia juga suara-suara
kendaraan di tempat parkir
nyanyian alas-alas sepatu
terdengar begitu merdu
02. beberapa menit kemudian
bersama jam tangan
dia bergerak tanpa jarum detik
jadi terlihat selalu tenang
yang melihat...resah
waktunya hampir tiba
hampir saja...mari kita tutup disini
sampai jumpa...
03. siang-nya sepulang ujian *di bis kota*
orang-orang bercerita
tentang perjalanan panjang
sebelum semuanya berakhir
dan dilanjutkan generasi lain
penuh dengan tanjakan
tak banyak yang lebih mampu
lebih banyak yang tertakdir jatuh
disini, didunia...
dimana semua belum berakhir
sedang kita masih muda
hari ini kuharap semua berakhir
atas akhir dari sebuah jawaban
impianku telah teraih
atas akhir dari kebimbangan jiwa
Tuhan, aku berharap dan berdoa kepada-Mu
di bis kota yang kuharap terakhir
ini adalah perjalan
menelusuri kota
diantara rimba jalan raya
aku duduk bersama mahasiswa
dan anak-anak TK
ini mentari jogja
dan suara kondektur bis kota
Amin....