Pada akhirnya ruang ini lepas dari makna 'goresan harian' sendiri. Ini bukan hanya goresan tidak juga harian. Ketika saya membutuhkan tempat, ini menjadi ruang untuk bersuara atau diam, mewarnainya dengan yang ada dalam dada atau diluar dari diri, mungkin lebih banyak tertuang kegelisahan dan berputar pada yang itu-itu saja, menunjukkan betapa jauh diri ini dari kata sempurna, tapi setidak-tidaknya bagi saya ini adalah sebuah catatan kecil tentang perjalanan.
Sabtu, 30 Maret 2002
forum-forum diskusi dimana-mana dilakukan di kampus-kampus di tempat-tempat ibadah, di gedung-gedung besar atau di perkampungan-perkampungan sampai balai-balai desa ....bagi yang memiliki kesadaran atau bukan bagi yang diam saja dan menikmati ketidaktahuan di belakang tirani dibelakang serigala-serigala yang sudah menginjak bangsanya atau bagi yang terus saja berteriak dijalanan-jalanan atau mungkin yang baru saja belajar berteriak karena baru saja mengerti, ah berbicara tentang negeri ini tetap saja adalah berbicara tentang carut-marutnya semua yang ada dan mungkin ada semua yang terjadi tentang ketidakteraturan dan ketidakpastian ... hai mereka yang sadar sampai kapan negeri ini tenggelam ... kekuatan apa yang bisa merubah .. semua harus bergerak
Jumat, 29 Maret 2002
kian lama jiwa kian menyusut mengecil kerdil dan terus saja mengecil sesungguhnya aku tau bagaimana jalan menghentikannya tapi lagi-lagi itu membutuhkan sesuatu dari luar membutuhkan sayap untuk terbang dari segalanya yang tersebar begitu besar di timur dan di barat dan lagi-lagi kenapa masih saja berputar disini aku akan mati
Kamis, 28 Maret 2002
Rabu, 27 Maret 2002
kemudian teori-teori bermunculan saling berperang mencari sebuah pembenaran mencari sebuah hakikat dari segala sesuatu apapun itu mungkin juga malah saling menjauh dari sebuah pembenaran maka berfikirlah selagi kita masih bisa berfikir kita akan berpihak pada yang mana atau tidak sama sekali ataukah malah lari dari semuanya pura-pura bodoh
Senin, 25 Maret 2002
pada suatu malam kuntilanak duduk didepan pintu kamarku dia duduk mengendong bayi kecilnya yang ikut meninggal bersamanya 3 bulan usia kandungan sejak setelah adzan isya di depan kamarku sudah tercium bau bunga kenanga dan melati baunya sangat menyengat pada hidung tengah malam terdengar dari balik pintu kamarku kuntilanak menyanyi tanpa kata-kata hanya dengan nada-nada miris suara-suara yang keluar dari bibir tertutup dan kehangatan kasihsayang serta kerinduan yang amat dalam dia menimang-nimang anaknya sekitar pukul 3 malam seekor kucing di dekat pintu kamarku mengerang-mengerang sendirian lantas berlari ketakutan ia baru saja diusir kuntilanak karena mangganggu tidur bayinya ....esoknya .. pada suatu malam temanku menyuruhnya pergi ...dan iapun pergi dengan senyuman ... waktu aku menulis ini .. kuntilanak melihat ketikan ini berdiri dibelakangku karena ia tau aku menyebut namanya, .. permisi .. karena aku menghargaimu dan aku ingin menulismu
Jumat, 22 Maret 2002
terkungkung terkurung oleh dirinya sendiri teriakan-teriakan bangsat berulangkali seolah tak bisa berhenti mulut mulut terbuka menatap keatap dan mata-mata semuanya terpejam bangsat bangsat manusia adalah semua yang terjadi dan menjadi dalam diri dari semua yang tertangkap dan berputar menemui sisi sisi yang lain sedangkan pada dunia yang tak tersentuh mereka da rerumputan yang tercerabut menempel di rambut-rambut semuanya menyapa apa kabar kita akan berangkat pergi berlari dan kemudian ia ditunggu tepat pada waktu yang tepat dan ada yang menanti dan selalu saja ada yang mendakwa tanpa mengerti sejauh mana kesalahan bangsat bangsat kau bisa mendengarku sayang getaran-getaran itu sayang kita bercumbu saling berpelukan
Kamis, 21 Maret 2002
Rabu, 20 Maret 2002
Selasa, 19 Maret 2002
Senin, 18 Maret 2002
mereka datang darimana-mana dan hadir disekitar kita bergerak dengan diam bernyanyi dengan diam berdagang dengan diam hanya mulutnya yang bersuara tapi hatinya selau diam mereka adalah hamba tuhan sama seperti manusia-manusia yang tidak pernah diam dan bergelimang dalam kenikmatan dalam kemewahan mereka ada karena berusaha mereka ada disekitar kita dan akan terus ada karena mereka masih punya jalan terakhir untuk mendapat apa yang mereka butuhkan mungkin tak lebih untuk sesuap makan dan tak cukup untuk tabungan karena Tuhan pasti merubah setiap hambahnya yang berusaha meski mereka selalu menanyakan keadilan Tuhan
Sabtu, 16 Maret 2002
Jumat, 15 Maret 2002
monolog pada sebuah panggung: aku telah terkurung tak lagi bebas bergerak, berkata-kata, menulis, berteriak, ludahku telah kering ah kapan jeruji kawat berduri ini datang lagi mengurung diri ini, ah kenapa lampu kuning itu semakin redup dan beranjak menjadi merah, kenapa semuanya telah hilang benda-benda yang kemarin ada jadi meragukan keberadaannya apakah semua telah jadi kekosongan jadi kehampaan yang menyatu bersama mengurung dan mendesak aku sesak-sesak tapi haru berontak sebelum aku terkapar sebelum memerah semuanya sebelum suara-suara yang lalu datang lagi berbondong-bondong merampas kebebasanku aku harus bergerak aku harus pecahkan semua ini lepaskan semua jeratan ini wai kekosongan jangan kau tertawa kepadaku wahai kegelapan kau akan kukalahkan wahai kehampaan kelak kau harus aku isi dengan sesuatu yang bisa merubahmu menjadi sebuah kesederhanaan aku hampir terkapar tidak tapi tidak tidak aku hanya merasakan keheningan ini menjadi temanku tapi ah ah aku harus mencari dalam ruang-ruang tak berbatas mencari isi mencari bentuk kehangatan cahaya, Tuhan
keluarga pemulung pagi-pagi terlihat berjalan di trotoar bapak berjalan di depan sendirian dengan karung terlipat belum terisi 9 meter dibelakanganya ibu dan satu anak kecil nya bergandengan tangan ibu bapak berjarak depan dan belakang mereka berjalan dan saling berteriak mereka bertengkar tentang uang tentang makan dan barangkali pagi itu memang mereka belum sarapan anak tetap berpegang pada tangan ibunya diam dan diam dengan pandangan penuh pertanyaan
Kamis, 14 Maret 2002
Rabu, 13 Maret 2002
membingungkan mendengung-ndengung pada gendang telinga siapa yang mendengarnya menjadi hilang, hilang dari dunianya sendiri mendayung-dayung dalam irama yang pasti tak pernah didengar selama hidupnya dibawanya dihanyutkan dalam gelombang-gelombang misterius hingga masuk dalam lorong-lorong penuh tikungan penuh coretan dan semakin tertelan kedalam semakin kesunyian menjadi benar-benar kesunyian
binatang-binatang mesin itu kembali terbangun dari kandangnya, terbangun untuk memporakpondakan apa yang dikehendaki siapa yang berkuasa, siapa yang bisa membeli binatang mesin yang selalu haus batu dan reruntuhan batu dari bangunan-bangunan, dan selalu puas setelah merobohkan semua dan melihat air mata rakyat menetes, puas sunguh puas sekali, dan semakin membangkitkan gairahnya untuk merobohkan dan merobohkan satu, dua, empat, puluhan, ratusan, rumah-rumah
Selasa, 12 Maret 2002
telah terkurung terpenjara seluruh jiwa raga dan fikirannya semua ruang geraknya terhalangi batas-batas tak terlihat tak tertangkap tak tersadarkan tapi sesungguhnya ia telah terkurung tanpa kesadaran karena apa yang ia kerjakan telah menjadi rutinitas mekanis bergerak dari satu sudut ke sudut yang lain berputar-putar pada satu lingkaran tak pernah keluar dari bangun sampai tidur yang berubah hanya senyum-senyum dari sekelilingnya menjadi muntah marah menjadi air mata menjadi senyum lagi menjadi coklat menjadi buram menjadi senyum lagi menjadi merah menjadi bara menjadi senyum lagi gejolak-gejolak yang dulu begitu membara pada dadanya pada perubahan-perubahan itu semakin lama semakin terbiasa dan jiwanya pun terbentuk kesadarannya terbentuk manusia terpenjara manusia
Senin, 11 Maret 2002
ada bayang-bayang cahaya yang terpantul dari jalan raya dan sisa-sisa hujan yang masih basah gelap dan jingga yang bergerak datang lalu hilang tak ada suara burung seperti tadi siang yang ada hanyalah suara seekor burung malam yang menyeramkan hanya beberapa kali sepi senyap mungkin memang kehidupan malam adalah ketenangan
Sabtu, 09 Maret 2002
bayang pohon-pohon yang tinggi itu entah berumur berapa kita lihat dengan diam dan berpegangan tangan berpelukan kita hening sementara langit semakin jingga dan yang tampak diantara kita hanya gelap bayang-bayang pohon sisa-sisa sinar mentari yang beranjak pergi dan kehangatan kita masih ada di hutan belantara tapi bukan tersesat besok kita bermain di danau jangan sampai terlambat kita akan melihat matahari datang kembali dari sana tersenyum kepada kita
Jumat, 08 Maret 2002
Kamis, 07 Maret 2002
batasan-batasan melingkar-lingkar merubung jiwa merubung sukma membatasi gerak kita membatasi mata kita karena otak kita tak pernah membesar memenuhi ruang dan langkah kita tak sebesar langkah hewan-hewan raksasa setidaknya kita harus bergerak dan beranjak memecah keheningan melepas jeratan-jeratan yang begitu banyak melingkar diluar tubuh-tubuh kita hingga suatu ketika bisa meski kita akan selalu dalam sebuah keterbatasan
hei kenapa kau melihat mereka yang bahagia dengan mata tajam penuh kecurigaan bukankah kau sudah mendapatkan kebahagian seperti yang mereka rasakan kau punya apa yang mereka punya biarkanlah mereka jalan berdua saling mengikatkan kehangatan diantara jiwanya oh ataukah kau telah kehilangan kehangatan dengan dirimu sendiri dan seorang lain lagi yang kau pilih ...
Rabu, 06 Maret 2002
terhambat tersendat-sendat padahal tak ada sesuatu yang mengikat justru kebebasan adalah batasan kita tak pernah mengerti tentang ini hanya diam menunggu seperti orang dungu lalu mengalihkan pada hal yang lain dan terpinggir yang mestinya kita pegang dan kita kerjakan dan suatu saat muncullah pertanyaan itu sampai dimana dan kebingungan lagi dan penyesalan lagi apakah baik kita ulangi lagi
kepanikan jiwa-jiwa berlarian sekencang-kencangnya mencari sesuatu atau menghindar dari sesuatu jiwa-jiwa yang banyak itu semuanya telanjang tak ada yang kenal satu sama lain tak ada yang peduli satu sama lain semua dengan ketakutannya masing-masing semuanya dengan ambisinya masing-masing hanya kepanikan dan ketelanjangan yang membuat mereka sama namun setiap jiwa yang ada merasa disana hanya sendirian berlari sekencang-kencangnya dan berteriak-teriak namun tidak keluar suara
Selasa, 05 Maret 2002
Senin, 04 Maret 2002
Sabtu, 02 Maret 2002
Jumat, 01 Maret 2002
ini bakso
ini baksomu yah
aku tusuk pake garpu
ini mie
ini mie kamu yah
aku lempar dalam mangkok
hingga pecah seluruh isi kepala
pecahan-pecahan beling
mungkin juga lidah
darah dari lidah
atau juga ludah
ludah siapa siapa
bukan siapa siapa
aku tunggu di tempat parkir
tanpa pintu hanya menunggu
tepat kau hilang tepat aku bertemu
karena kau adalah aku
dan keheningan diantara kaca
ada wajah tak hilang
tak berjejak
hanya bekas dari bagian gelap
dan mengkilap padanya
wajahku tak bercahaya
Tuhan telah mengambilnya
kelaparan
kaki-kaki kering
tanpa sepatu
atau alas yang lain
selain debu-debu
dan asap
sisa-sia
dari mesiu, bom
atau reruntuhan
bangunan
yang tinggal
jadi puing
hitam
darah kering
membekas
di jalan-jalan
dimana-mana
darah perempuan
atau darah laki-laki
anak-anak
atau orang tua
wajah perang
selalu muram
penuh kesakitan
dan ketakutan
...lihatlah disekitarmu
masih ada
dan masih ada
disela-sela kedamaian kita
dan kelaparan disana
disela setiap suap makanan
yang kita kunyah ...
dan air mata disana....
dimana ... mana
aceh ... afganistan ...
tempat-tempat tak terkira
ribuan jiwa teriak
ribuan jiwa terinjak
disela ketenangan kita
Langganan:
Postingan (Atom)