Selasa, 27 Februari 2001

bicara tentang apa yang terlihat, dalam sebuah keseharian, tentang jalanan, angkutan dn lorong-lorong kota, terlalu bodoh melihat yang lebih besar, tak mengerti apa yang terjadi di televisi, kenapa sampai seperti itu ?, dan beredarlah suara-suara dari otak-otak sempit tak makan bangku sekolah, penalaran-penalran murni tanpa pengembangan, begitu juga mereka, mereka yang ada di televisi dan koran-koran, mereka adalah korban dari sebuah peristiwa besar, dan hampir tak terasa meski terdengar, disana ada pembunuhan, dan disini sudah terlalu biasa dengan pembunuhan, beritanya terbang-terbang saja tak tertangkap dalam rasa, dalam sukma, dalam daging dan darah, disana tiap-tiap jiwa tak bersalah terancam nyawanya, terancam keluarganya, terancam rumahnya, harta bendanya, hanya sembunyi, berlari dan mengungsi, tak bisa memberontak, mereka hanya berontak, dan anak-anak pergi menginggalkan desa yang terbakar tanpa sisa, mungkin meninggalkan bapak yang tak jelas nasibnya, mereka tatap puing2 dengan pandangan tajam-tajam, alangkah tak beradab dengan sangat bangga pembunuh memenggal kepala, dan menelusuri rumah-rumah yang tersisa dengan senjata-senjata tajam, seperti halya mencari babi hutan, ah manusia manusia manusia, kami punya warna sama, dan hak yang sama, tiap manusia memiliki hak atas nyawanya dan kekebasan dari ketakutan, Tuhan aku tak dapat berkata-kata, aku hanya ingin lihat biru dan hijau dalam sebuah sinar perdamaian, dan kau ingin mendengar tawa dan melihat senyum diantara mereka, bukan ketakutan dan keganasan, bukan api dan pembakaran, bukan senjata tajam yang siap merobek tubuh manusia, rasa kemanusian sudah terkuburkan ? ketakutaan mereka hanya bisa ketakutan, mungkin sepanjang masa nanti masih berbekas, panjang dan sampai pada anak-anak, sebuah dendam ?, persetan dengan orang-orang yang membagga-bangga kan pembunuhan, mereka lebih kejam dari binatang, akalnya sudah hilang terbakar, jiwanya pun tak terisi nurani dan rasa ....TUHAN aku mohon hentikan !!!!