Pada akhirnya ruang ini lepas dari makna 'goresan harian' sendiri. Ini bukan hanya goresan tidak juga harian. Ketika saya membutuhkan tempat, ini menjadi ruang untuk bersuara atau diam, mewarnainya dengan yang ada dalam dada atau diluar dari diri, mungkin lebih banyak tertuang kegelisahan dan berputar pada yang itu-itu saja, menunjukkan betapa jauh diri ini dari kata sempurna, tapi setidak-tidaknya bagi saya ini adalah sebuah catatan kecil tentang perjalanan.
Rabu, 30 Oktober 2002
lumpur kini yang menempel di setiap indera di setiap auramu kering yang selalu gelisah keringat yang selalu resah kau hampir saja tenggelam mungkin sudah separuh badan separuh hati separuh pikiran setiap tindak mu hitam jauh dari cahya setiap otakmu menjijikkan jauh dari suci terdiam adalah kebodohan tapi kau terlalu enggan mencoba jangankan berlari melangkah saja kau tak juga lakukan setan-setan kecil dan besar selalu tertawa mengelilingi dirimu dan menunggumu di neraka agar kau rasakan panas api itu merah bara itu agar kau ketakutan dalam gelap alam kubur bersama ular dan segala belatung tanpa teman sunyi dan sesekali orang-orang bermuka seram menghampirimu dan mendakwa kakimu tertekuk tanpa tali energimu lenyap terserap gravitasi dan mulailah cambuk menghantam dadamu menghantam mukamu ayo pergilah sekarang sebelum kain putih membungkusmu peganglah tali-tali terserabut itu meski sakit tanganmu genggam saja dan ikuti jalannya meski itu gelap gunakan mata hatimu meski itu penuh luka dan duri akrabkan dirimu dengan sakit lorong dan jalan itu menuju ke nirwana ajaklah ayah ibumu ajaklah kakek nenekmu ajaklah istrimu ajaklah anakmu ajaklah saudara-saudaramu ajaklah kawan-kawanmu dan ajaklah musuhmu ...