Pada akhirnya ruang ini lepas dari makna 'goresan harian' sendiri. Ini bukan hanya goresan tidak juga harian. Ketika saya membutuhkan tempat, ini menjadi ruang untuk bersuara atau diam, mewarnainya dengan yang ada dalam dada atau diluar dari diri, mungkin lebih banyak tertuang kegelisahan dan berputar pada yang itu-itu saja, menunjukkan betapa jauh diri ini dari kata sempurna, tapi setidak-tidaknya bagi saya ini adalah sebuah catatan kecil tentang perjalanan.
Sabtu, 15 Maret 2003
cerita ini sampai pada sebuah kereta api dari blitar menuju surabaya penumpangnya sesak berdesak petugas stasiun menjual karcis jauh melebihi banyaknya jumlah kursi dan penumpang yang baru naik dari stasiun malang masuk berebut ruang padahal tak ada ruang mereka mencari barangkali ada kursi di gerbong bagian depan sampai suatu waktu itu tak terlihat lagi penumpang yang berdiri di belakang kini belakang punya ruang hanya beberapa pedagang asongan yang berhenti disitu barangkali sekedar istirahat setelah setangah hari mondar-mandir dari gerbong ke gerbong dari lorong ke lorong ... ada suara musik masuk seorang pengamen datang membawa kotak speaker dan mikrofon dengan suara yang besar dan pecah seperti terlihat mata juga yang terdengar ia berhenti disitu dan bernyanyi ... musik dangdut ...syahdu... para asongan perlahan beranjak mendekat mengelilingi sang pengamen itu ... semuanya terdiam dan mendengarkan ada beberapa yang bibirnya ikut bernyanyi, ada yang mengelap keringatnya dengan handuk kecil yang kumal, mereka semua terdiam ....khidmat ... seperti umat muslim sedang mendengar ceramah di mushola ... atau umat nasrani sedang mendengan khotbah di gereja .... ah ... aku terkesima ... aku terkesima