Pada akhirnya ruang ini lepas dari makna 'goresan harian' sendiri. Ini bukan hanya goresan tidak juga harian. Ketika saya membutuhkan tempat, ini menjadi ruang untuk bersuara atau diam, mewarnainya dengan yang ada dalam dada atau diluar dari diri, mungkin lebih banyak tertuang kegelisahan dan berputar pada yang itu-itu saja, menunjukkan betapa jauh diri ini dari kata sempurna, tapi setidak-tidaknya bagi saya ini adalah sebuah catatan kecil tentang perjalanan.
Senin, 30 Oktober 2000
sepulang dari jogja
bicara tentang orang-orang dalam bis yang terjebak kemacetan
di sepanjang jalan mungkin perbatasan solo air meluap hebat
mengalirnya perlahan terlihat pekat dan coklat
orang-orang terjebak dalam bis
mereka banyak yang tak saling kenal
dan tidak perlu diceritakan
sangat malam
orang-orang sudah terlihat capek untuk mengadu
mereka lebih memilih diam, pasrah atau duduk di setiap kursi
tiga buah mobil di depan sudah putar haluan dan hilang dari penglihatan
tinggal 1 mobil diam dan 1 truk di depan
air masih mengalir membawa butiran-butiran tanah sawah
pekat kecoklatan
di kiri depan jalan terlihat deretan pemukiman dan orang-orang bangun
menyambut tamu yang berkunjung kerumahnya, air banjir
yang terdengar bicara hanya sopir, kondektur dan teman-temannya
mereka masih bisa bercanda dengan naturalnya,
aku seringkali tertawa melihatnya
penumpang-penumpang lain banyak yang diam
atau terjaga atau memejamkan mata mungkin berfikir
kira-kira kapan datang
suara air ini mengingatkan aku akan sungai kapuas
saat subuh kapalku menuju pelabuhan
orang-orang kampung hanya terlihat bayangan-bayangan
bergerombol siap membantu mobil-mobil yang terdampar
kami di tertawakan oleh kodok, mereka tidak peduli banjir
mereka terus saja menyanyi...
setelah berjalan, gilaaaaa bis ini berlari sangat cepat melintas rimba jalan raya, aku berungkali memikirkan mati melihat bis ini jalan, andaikata didepan ada bis, andaikata rem-nya blong, andaikata didepan ada mobil kencang menghadang, andaikata lainnya...
perjalanan yang melelahkan